Lokasi : Desa Papringan, Kecamatan Mojosongo, Boyolali, Jawa Tengah.
Suatu pagi di Ramadhan 1437 H, saya, adik kandung dan sepupu saya iseng-iseng jalan-jalan menelusuri pematang sawah yang dulu saya dan keluarga sering lalui ketika kami belum memiliki alat transportasi pribadi ketika kami saya dan sekeluarga hendak berkunjung ke rumah kakek.
Peristiwa itu berlangsung ketika saya belum sekolah hingga kelas 2 SD. Jalan itu menjadi jalan utama untuk perjalan kaki setelah turun dari bis di Pasar Papringan dan kemudian berjalan kaki sejauh kurang lebih 5 km menuju rumah kakek. Tiba di salah satu ruas jalan dimana kami harus memotong aliran sungai, saya pasti takut untuk menyeberanginya dan hal itu menjadi spot yang paling menakutkan bagi saya karena aliran sungai yang deras dan harus berakhir pada suatu air terjun di sebelah selatan jalan setapak yang sering tergenang air. Menurut hemat saya saat itu, akan menjadi sangat fatal jika saya terpeleset dan dengan badan saya yang kecil untuk terbawa arus sungai dan berpotensi jatuh ke air terjun…dan dengan alasan tersebut, saya akan minta gendong..Hehe!
Setelah melewati sungai ini kami kemudian akan melewati hamparan sawah yang sangat luas melalui pematang sawah yang sempit dan kadang masih becek dan licin. Tapi dengan alasan capek, saya selalu memanfaatkan punggung-punggung orang tua saya saat itu untuk melaluinya.
12 tahun kemudian, apa yang saya ingat dari kenangan lokasi itu, praktis tak berubah, hanya saja sudah dibangun jembatan beton di sebelah utara air terjun yang lebarnya hanya bisa dilewati maksimal 2 motor. Air terjun yang dulu menjadi momok bagi saya, ternyata tidak sebesar yang ingat_karena saat itu mungkin saya masih pendek. Pematang sawah jalur mudik saya yang dulu sempit, becek dan licin, sekarang lebih lebar dan ada tangga terasering untuk menghindari genangan air yang hasilkan becek.
Saat ini saya sadar bahwa jalan setapak yang dulu digunakan untuk melewati sungai ternyata terbentuk secara alami. Yaitu akibat aktifitas tektonik yang menghasilkan rekahan-rekahan pada batuan di dalam sungai untuk kemudian arus mulai mengerosi rekahan-rekahan tersebut dan memisahkan batuan tersebut menjadi beberapa bagian. Pola jalan setapak pada tubuh batuan itu terbentuk akibat pola rekahan-rekahan karena gaya tektonik yang mengenai batuan tersebut.
Adanya air terjun merupakan bukti lain yang menguatkan adanya gaya tektonik yang besar di daerah ini. Karena dibutuhkan gaya yang besar untuk memisahkan batuan yang utuh menjadi berbeda ketinggian. Untuk pembaca yang mengerti tentang geologi, sungai ini memiliki profil V, sedikit gosong sungai baik gosong tepi atau tengah serta memiliki kelokan yang tajam, Anda pasti mengerti apa itu artinya. Tektonik masih bekerja intensif hingga saat ini, dan hal itu akan sangat berpengaruh pada saat terjadi gempa.
Lava cair yang belum membeku menjadi batuan
Batuan pada lokasi ini kemungkinan merupakan lava bersifat andesitik yang terkekarkan secara cukup intensif, yang berarti pernah terjadi aktifitas vulkanik di daerah ini. Daerah di sekitar Gunung Merapi didominasi oleh endapan Gunung Merapi dan Merbabu yang menutupi batuan karbonat, dimana sumbu-sumbu magmatik berasal dari rekahan-rekahan pada batuan karbonat tersebut. Ada kemungkinan struktur geologi yang terekam pada lava, sudah berlangsung sebelum lava tersebut terbentuk. Magmatisme di daerah ini sudah berlangsung sekitar 400.000 tahun yang lalu. Membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan pernyataan diatas. Menarik bagi seorang geologist untuk menceritakan hal tersebut dan mungkin akan terjadi perang ke-logis-an diantara mereka.
Daerah ini memiliki keindahan yang menjanjikan kerinduan bagi mereka yang pernah mendatanginya, jadi jangan lupa membawa kamera anda untuk merekam semua yang anda lihat karena memori otak tidak akan cukup untuk menyimpan keindahannya.
Comments
bLogmu appiikk...
4 jempol bwt pemula...
haahhaa...