Tester Teh Bercerita Tentang Pengalamanya

Petang, termometer menunujukan suhu di Perkebunan Teh Patuahwattee mencapai 17,5 'C, seusai menyampaikan kultum dan shalat tarawih bersama warga setempat di masjid dekat basecamp KKN, saya dan teman muslim satu tim KKN, sepulang dari masjid bertemu dengan para petinggi Pabrik Teh Patuahwatee, tempat kami tinggal. Karena hujan rintik-rintik yang diikuti dengan kabut yang agak tebal, dengan kebaikan hati, mereka menawari untuk berbagi payung kepada beberapa diantara kami dan kamipun tidak menolak tawaran tersebut. Begitu sampai di Penimbangan teh, kami bertemu dengan manajer kebun yang mengajak berdiskusi tentang penurunan produksi teh pada hari tersebut. Selesai diskusi yang diselingi canda tawa, manajer pabrik menawarkan kami unuk melihat proses Testing di laboratorium pabrik, kamipun serentak menjawab, "iya Pak, boleh".

Di ruangan sekitar 5 X 20 meter, telah berjejer cangkir-cangkir berwarna putih dan beberapa mililiter air teh didalamnya dan disampingnya terdapat cawan yang berisi teh yang masih kering beserta sampel teh yang dibubuhi jenis teh tertentu dibungkusnya. Satu per satu Bapak Manager Pabrik, mulai mengetes rasa tiap cangkir dengan sedikit ritual yang khas dilakukan oleh tiap tester.

Dalam produksi teh, tahap testing ini merupakan salah satu tahap yang berguna untuk menentukan kualitas suatu jenis teh sebelum dipasarkan serta untuk mengetahui kesalahan dalam pengolahan teh yang dicirikan oleh rasa tertentu, misalnya jika rasa pahit teh itu dapat bertahan atau menempel di pangkal lidah, maka ada kesalahan pada proses pelayuan yaitu pelayuan kurang kering.
Setelah selesai mencoba mengetes tiap cangkir teh dan berbincang bincang tentang teh, Bapak manajer mulai mengajak bercerita tentang kuliah, perkebunan, Jogja, dan pengalaman beliau.

Menurut beliau, KKN itu merupakan suatu ajang bagi para mahasiswa untuk melatih EQ (Emosional Quotient) selain mempraktekan IQ (Intelegence Quotient) yang sudah diajarkan di Kampus. Hal ini akan sangat bermanfaat terutama bagi lulusannya dalam berinteraksi dengan masyarakat daripada kebijakan beberapa universitas yang tidak mengadakan KKN atau mewajibkannya, yang berakibat pada kemajuan IQ yang tidak disertai dengan perkembangan EQ.

Bersamaan dengan itu, ketika kita berinteraksi dengan masyarakat yang baru kita kenal dan kita menjadi orang asing di dalamnya, kita akan memiliki peluang yang lebih besar untuk mengaplikasikan keahlian kita daripada kita mengaplikasikanya di masyarakat tempat tinggal kita sendiri. Misalnya Saya dan kawan-kawan yang jauh-jauh dari Jogja mengadakan penelitian dan pembelajaran masyarakat di Bandung, akan lebih terasa pengaruhnya pada masyarakat Bandung dan apa yang kita miliki akan lebih ditunggu serta tampak pada masyarakat daripada penelitian dan pembelajaran masyarakat yang dilakukan oleh universitas dari Bandung kepada masyarakat Bandung itu sendiri.

"Misalnya seperti Saya yang jika ingin mengaplikasikan ilmu Saya di kampung Saya sendiri, akan lebih sulit untuk diperhatikan masyarakat karena masyarakat kampung kita sendiri cenderung akan melihat kita dari sisi umur atau kenakalan saja, hal ini akan berbeda jika orang Sumatera yang jauh pergi ke Jawa, atau orang Jawa yang pergi ke Sumatera untuk mengaplikasikan ilmunya, maka orang itu akan lebih diperhatikan pengaruhnya pada masyarakat tempatnya merantau", Ungkap Beliau berdasarkan pengalamanya.

Maka dari itu, untuk mencari pengalaman, kesuksesan dan memperoleh suatu tingkat/jabatan tertentu, orang akan lebih memilih merantau daripada hanya menjadi orang yang sukses kampungnya sendiri. Kecuali orang yang sudah kaya hasil warisan leluhurnya yang akan tetap disegani di masyarakatnya sendiri.

Berangkat dari pengalaman beliau, Saya berpendapat bahwa untuk mengabdi pada Negara pada umumnya, tidak harus kita mengabdi pada masyarakat Pulau Jawa saja, Karena luas dan beragamnya masyarakat di negara kita, maka kita perlu melakukan pemerataan kesejahteraan di setiap pulau di Indonesia. Jawa sudah relatif memiliki sumber daya manusia yang baik dari pulau lainnya, namun di pulau lain masih sangat membutuhkan sumber daya masyarakat yang baik untuk memanfaatkan sumber daya alamnya dengan bijak dan meningkatkan sumber daya manusia yang dimiliki pulau tersebut. Sehingga terjadi simbiosis mutualisme berdasarkan rasa kesatuan dan persatuan Indonesia untuk menuju kesejahteraan masyarakat Indonesia yang lebih baik.

Comments